Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid
mengungkapkan mayoritas pengguna internet Indonesia merupakan anak di bawah
umur. Sebagai upaya mencegah anak terpapar konten negatif, pemerintah membatasi
penggunaan akun bagi pengguna di bawah umur.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menetapkan aturan Peraturan
Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam
Perlindungan Anak (PP Tunas) sebagai upaya melindungi anak-anak dari dampak
negatif di ruang digital. Dalam Undang-Undang, batas usia anak disebutkan 18
tahun.
"Yang menantang itu sudah terekspos dengan gadget dan sosial media, namun
belum keluar dari usia anak. Usia anak kalau di Undang-Undang itu 18. Akhirnya
kalau dibilang matang betul belum, tapi penggunaannya sudah amat sangat banyak
karena orang usia itu salah satu pengguna internet yang juga paling
tinggi," ujar Meutya Hafid dalam acara literasi digital untuk anak dan
perempuan di BPSDM Makassar, Senin (16/6/2025).
"Kalau kita lihat profil dari pengguna internet di Indonesia, usia anak
ada di atas 48%. Jadi, hampir 50% pengguna sosial media di Indonesia adalah
anak-anak," lanjutnya.
Melihat fakta tersebut, Meutya mengajak seluruh pihak untuk berpartisipasi
mewujudkan keamanan anak di ruang digital tersebut. Salah satu di antaranya
adalah orang tua yang dianggap bersentuhan langsung dengan anak dan memiliki
waktu luang bersama anak.
"Jadi di satu sisi pemerintah memberikan aturan, yaitu untuk menunda usia
anak masuk ke platform media sosial. Tapi di saat yang bersamaan juga edukasi
di rumah masing-masing juga harus dilakukan oleh para orang tua,"
jelasnya.
Terkait maraknya konten negatif seperti pornografi maupun perundungan digital,
Meutya menegaskan Komdigi telah aktif melakukan penindakan. Usai menerima
laporan masyarakat, pihaknya pun segera melakukan take down pada konten-konten
tersebut.
"Kemarin misalnya ada beberapa konten yang kita langsung take down ketika
menerima laporan dari masyarakat. Di antaranya komunitas yang sedarah itu dan
berbagai konten-konten lain," jelasnya.
Selain itu, Meutya juga menekankan para platform media sosial untuk mengikuti
aturan yang berlaku. Pihaknya telah meminta sejumlah platform untuk menghapus
konten-konten negatif dari platform tersebut.
"Jadi kita dorong platform juga bisa proaktif untuk melakukan takedown
dari konten-konten di ranah mereka," terangnya.
Sebelumnya kata Meutya, Komdigi telah memiliki aturan serupa yakni mewajibkan
platform untuk menghapus konten negatif, terutama konten pornografi anak dan
judi online.
"Jadi, ada yang waktu (yang diberikan untuk mengtake down konten) maksimal
4 jam, ada yang maksimal 24 jam, yang saat ini sedang kita evaluasi apakah
mereka sudah betul-betul mematuhi," tuturnya.
"Terkait PP Tunas, memang kita memberikan waktu untuk persiapan. Jadi,
kalau sekarang mungkin belum sepenuhnya bisa langsung kita lakukan sanksi, namun
kita selalu memanggil para platform untuk melakukan penjelasan
sosialisasi," sambungnya.
Lebih lanjut, ketika ditanya soal perkembangan aturan khusus terkait judi
online, Meutya mengatakan bahwa regulasi tersebut kini berada di tahap
penyelesaian. Namun Kementerian Hukum yang akan menangani kasus tersebut.
"PP Judol sekarang ada di Kementerian Hukum. Jadi update terakhir itu dari
Kementerian Hukum yang berhak. Saya terakhir ketemu sudah beberapa minggu lalu
dan itu sudah dalam tahap penyelesaian," ucapnya.
"Tapi sekali lagi yang punya data persisnya terakhir sudah sampai mana
adalah Kementerian Hukum," pungkasnya.